PALANGKA RAYA – Hari Buruh atau May Day yang kita peringati pada tanggal 1 Mei, lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi politis hak-hak industrial.
Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi dan politik. Ketatnya disiplin dan masifnya jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
“Bahkan hingga saat ini masih banyak aturan dan sistem yang merugikan para buruh khususnya di Indonesia,” kata Menteri Kajian Strategis dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangka Raya (Kastrad BEM UPR) A’al Arrahman dalam keterangan tertulis, Rabu 1 Mei 2024.
A’al menyebut aturan-aturan tersebut diantaranya yakni tentang Undang-undang Omnibus Law yang tetap disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Padahal kata dia, Undang-undang tersebut tidak sesuai dengan ketetapan Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyebutkan cacat secara formil.
“Kita menyoroti bagaimana berjalannya UU Cipta Kerja atau Omnibus Law hingga hari ini dimana pada klister ketenagakerjaan sangat merugikan bagi buruh/pekerja dimana batas waktu pekerja kontrak tidak ditentukan serta mengenai pesangon yang lebih kecil disbanding UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,” kata dia.
Selain itu, A’al mempertanyakan terkait Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sampai hari ini tak kunjung disahkan sebagai Undang-undang.
“Mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, belum mengakomodir perlindungan PRT. Sehingga menjadi pertanyaan bagi kita, apa yang dipikirkan oleh pemerintah hingga tidak mengesahkan RUU PPRT yang seharusnya dapat menjadi payung hukum bagi pekerja rumah tangga,” jelas dia.
Pada momentum hari buruh 1 Mei 2024 A’al meminta pemerintah dan DPR RI untuk meninjau kembali berjalannya Undang-undang Cipta Kerja dan dapat segera mengesahkan RUU PPRT.
“Kami meminta kepada pemerintah dan DPR RI untuk dapat Kembali meninjau bagaimana berjalannya UU Cipta Kerja yang mereka sahkan, serta dapat segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga agar para pekerja rumah tangga mendapatkan perlindungan hukum,” ungkapnya.
Dia berharap agar pemerintah dapat memperhatikan kesejahteraan buruh baik upah yang layak dan dapat menjamin perlindungan hukum bagi para pekerja atau buruh.
“Saya berharap penuh kepada Pemerintah dan DPR RI sebagai pengayom dan mementingkan kesejahteraan rakyatnya sayogyanya dapat mengeluarkan produk hukum yang lebih efisien dan dapat memberikan kebermanfaatan kepada dua belah pihak yaitu baik dari pengusaha maupun buruh atau pekerja agar alur atau mekanisme yang ada di dunia pekerjaan dapat berjalan dengan baik tanpa merugikan pihak manapun,” tutup A’al Arrahman.
(Syauqi)