SAMPIT – Anggota Komisi I DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) Sihol Parningotan Lumban Gaol angkat suara berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2021-2026 oleh Bupati dan wakil Bupati setempat.
Dia menyebutkan, ada lima misi dari Bupati dan Wakil Bupati untuk RPJM tahun 2021-2026. Pertama berkaitan dengan infrastruktur yang diharapkan Sihol Parningotan Lumban Gaol, juga diberlakukan untuk daerah pedalaman yang belum tersentuh, lewat RPJMD itu supaya menjadi prioritas pengerjaan dalam masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati.
“Selain itu berkaitan dengan sumber daya manusia agar juga betul-betul diperhatikan. Seperti pendidikan sekolah dengan jenjang SD, SMP dan SMA. Karena kita lihat masih banyak kita jumpai orang tua dari calon anak didik masih kesulitan untuk menyekolahkan anaknya, khususnya berkaitan dengan sistem zonasi. Ada keluhan orang tua apabila anaknya tidak diterima di zonasinya terus dia sekolah mendaftar dimana. Karena orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta,” jelas Sihol Parningotan Lumban Gaol, Senin 5 Juli 2021.
Legislator partai Demokrat ini juga menyoroti tentang peningkatan ekonomi masyarakat, yang sampai saat ini belum dilihat keseriusan Pemerintah secara nyata untuk memperbaiki ekonomi kerakyatan yang sering disampaikan pada banyak kesempatan. Yang mana untuk dasar kebutuhan masyarakat itu harus diperhatikan dulu yang terutama.
Dia menilai dengan adanya pemberian subsidi untuk masyarakat yang perlu di subsidi. Namun dalam praktek kesehariannya apa yang di subsidi oleh Pemerintah tidak pernah sampai ke masyarakat dengan harga subsidi.
”Sehingga bagaimana mungkin kita bisa memperbaiki ekonomi kerakyatan, sedangkan yang sudah nyata-nyata yang di subsidi itukan tujuannya untuk memperbaiki ekonomi kerakyatan itu, itu saja tidak pernah meraka terima sesuai dengan harga yang di subsidi,” tutur pria yang akrab disapa Gaol ini.
Dirinya mencotohkan seperti gas Elpiji 3 Kg, dalam amanatnya, bahwa harga eceran tertinggi yang diperbolehkan khususnya untuk di kota yaitu harga cuman maksimal Rp 18.000. Namun menurut Gaol harga ini tidak sampai pada masyarakat, dia memastikan tidak pernah terjadi kalaupun ada hanya satu dua pangkalan saja yang menerapkan selebihnya jauh di atas harga Het.
“Bahkan yang saya dengar dari masyarakat, ini di dalam perkotaan lagi. Harganya bisa sampai Rp 30.000. Apa lagi dia masuk ke desa-desa, bisa sampai Rp 35.000, bahkan ada yang sampai Rp 40.000. Jadi bagaimana mungkin kita ingin memperbaiki ekonomi kerakyatan, tapi itu tadi saya bilang untuk memperbaiki ekonomi semua sudah nyata-nyata untuk masyarakat. Makanya Pemerintah memberikan subsidi itu tapi tidak sampai dengan harga subsidi,” beber Gaol.
“Makanya harapan saya supaya betul-betul bisa memastikan dulu itu agar diterima oleh masyarakat dengan harga subsidi,” tambahnya.
Yang tidak kalah penting disampaikan Gaol adalah BBM bersubsidi. Hampir semua SPBU ia pastikan bahwa BBM tidak pernah digunakan untuk memperbaiki ekonomi masyarakat yang rendah. Dirinya kembali mencontohkan yang bisa mendapatkan BBM subsidi itu yang dilihatnya secara umum bahwa hanya yang menggunakan Organisasi Angkutan Darat (Organda).
”Sementara yang saya lihat apa yang diangkut oleh Organda ini adalah barang-barang industri yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan skala besar, misalnya pengangkutan pupuk, kernel, TBS. Itukan yang menggunakan perusahaan besar. Bagaimana mungkin kita memperbaiki ekonomi kerakyatan kalau yang di subsidi itu justru kita mensubsidi perusahaan-perusahaan besar yang membawa pupuk, kernel dan lainya,” jelasnya.
Sementara itu sambung Gaol, yang mengangkut tanah uruk di Sampit ini kebutuhannya adalah untuk masyarakat langsung. Orang yang berpenghasilan kurang malah membeli minyak di pinggir jalan yang merupakan hasil langsir dari pihak ketiga. Justru masyarakat yang menerima BBM subsidi menggunakan harga yang bukan subsidi.
“Jadi bagaimana mungkin kita memperbaiki ekonomi kerakyatan tadi. Ini maksud saya ingin menunggu keseriusan pemimpin dan wakil pimpinan daerah ini. Agar beberapa hal yang saya sampaikan paling tidak ditertibkan dulu,” pesan Gaol.
Bahakan Gaol menyoal pupuk subsidi yang banyak untuk perusahaan besar atau orang pribadi yang memiliki perkebunan besar. Kalau kecil, kata dia, bisa ditoleransi seperti hanya memiliki satu sampai 5 hektare. Tapi kalau sudah memiliki seluas 50 hektare sampai 100 hektare itu tidak bisa ditoleransi lagi.
”Dia mungkin menggunakan pupuk yang bersubsidi, walaupun memang betul dia tidak membeli seharga subsidi artinya sudah ada permainan harga disitu,” demikian Gaol. (im/beritasampit.co.id).