Satu Indonesia dari Pemuda dan Pers

Pagi ini, 28 Oktober 2019, saya agak telat bangun pagi. Kalau biasanya saya terbangun paling lambat pukul 04.00 WIB (waktu Palangka Raya, Kalimantan Tengah), hari ini saya malah baru melek sekira Pukul 05.00 Pagi. Mungkin efek karena malam sebelumnya saya harus berdiskusi dengan teman-teman mahasiswa hingga larut malam.

Begitu bangun, bergegas saya bersuci (berwudhu), lalu melaksanakan Shalat Subuh. Meskipun telat, saya berharap Tuhan memaklumi atas kesalahan yang saya lakukan. Semoga !!! Karena saya yakin betul bahwa Tuhan maha pengampun dan pemaaf, amin ya Rabbal Alamin.

Usai Shalat, saya kemudian menyempatkan nonton program berita di salah satu stasiun tv. Konten beritanya banyak mengangkat soal kepemudaan. Bahkan narasumber dalam dialog pun adalah pemuda yang punya prestasi.

Astaga..!!! saya lupa, kalau ini adalah hari Sumpah Pemuda. Ya, tanggal 28 Oktober 2019, tepat 91 tahun Hari Sumpah Pemuda.

Umur 91 tahun kalau manusia, itu sdah terbilang uzur atau sangat tua. Bahkan sebagian besar pada umur setua itu, manusia kembali seperti anak kecil yang hidupnya sangat bergantung pada orang dewasa. Itu ukuran manusia.

Yang paling menakutkan kalau Pemuda kita justeru yang termakan usia atau lebih tua dari yang seharusnya. Membaca sejarah, Saya tau kumpulan Pemuda pada zaman 1928, mampu menggagas persatuan bangsa lewat tiga penegasan, yakni Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.

Kenapa pemuda?
Semangat Sumpah Pemuda merupakan peristiwa penting yang mampu membakar semangat pemuda dan pemudi seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dengan Sumpah Pemuda, perjuangan yang awalnya bersifat ke daerahan akhirnya mampu disatukan oleh janji kesatuan.

Artinya, kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Ir Soekarno pada 17 Agustus 1945 tidak terlepas dari perjuangan Pemuda. Bahkan dilansir dari sejarah, Pemudalah yang mendesak untuk ‘menculik’ Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat untuk memrolamirkan kemerdekaan Indonesia.

Sebagai seorang jurnalis, merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebuah keharusan. Saya sadar betul bahwa Pers yang profesional mempunyai peranan penting dalam melanjutkan perjuangan atau cita-cita Sumpah Pemuda.

Pada poin ke tiga dalam Sumpah Pemuda ditekankan bahwa ‘Satu Bahasa, Bahasa Indonesia’. Peranan pers dalam mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sangat besar. Peranan itu kian besar karena sesudah merdeka, pers yang berkembang di seluruh tanah air hanyalah pers berbahasa nasional.

Sehingga tidak salah, kalau saya berpendapat bahwa bagi yang bekerja di media dianggap sebagai orang yang menjaga peradaban, karena menjaga keutuhan bangsa lewat bahasa Indonesia.

“Kami Poetra dan Poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah yang satoe, Tanah Indonesia”
“Kami Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe berbangsa Jang satoe, bangsa Indonesia”
“Kami Poetra dan Poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatuan, bahasa Indonesia”

Itulah penggalan semangat pemuda yang dideklarasikan lewat Sumpah Pemuda hasil keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan di Batavia (Jakarta) selama dua hari, 27-28 Oktober 2019. Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, dan Bahasa Indonesia.

Semoga pemuda dan pers menjadi garda terdepan dalam merawat keutuhan bangsa lewat semangat Sumpah Pemuda. Tentunya dengan menjadi Pemuda yang handal dan Pers yang Profesinal. Amin. (*)

Akhiruddin
(Pemimpin Redaksi www.beritasampit.co.id)