Maraknya Kasus Plagiarisme, Rektor UPR: Sangat Tidak Patut dan Mencederai Prinsip Akademisi

IST/BERITASAMPIT- Rektor UPR Prof. Dr. Ir. Salampak MS.

PALANGKA RAYA – Maraknya kasus plagiasi yang dilakukan oleh akademisi kampus menjadi sorotan di dunia pendidikan, selain mencederai prinsip sebagai seorang akademisi juga menjadi pukulan bagi dunia pendidikan.

Tal ayal hal itu membuat dosen atau akademisi berlomba menghasilkan banyak karya dengan menghalalkan segala cara seperti plagiarisme.

Dalam dunia Pendidikan, tindakan plagiarisme sangatlah tidak terpuji, tindakan tersebut adalah tindakan yang sangat curang dalam dunia akademis.

Namun banyak kasus yang terjadi mengenai plagiarisme di Indonesia baik yang terungkap maupun tidak terungkap. Dengan adanya teknologi internet sangatlah mudah bagi seseorang untuk mengakses karya dari orang lain dengan cepat.

Yang paling terbaru mengenai tindakan plagiarisme yang diduga dilakukan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Profesor Kumba Digdowiseiso.

Prof Kumba dituding mencatut nama sejumlah dosen di Universiti Malaysia Terengganu (UMT) dalam laporan jurnal ilmiah. Nama Kumba Digdowiseiso tercatat sebagai penulis di 160 jurnal di Google Scholar. Dimana semua jurnal ini dipublikasikan di 2024.

Menanggapi maraknya kasus plagiarisme yang dilakukan oleh akademisi, Rektor Universitas Palangka Raya (UPR), Prof. Dr. Ir. Salampak, MS menyampaikan bahwa hal tersebut tidak patut ditiru dan dicontoh.

“Tentu hal yang demikian mengenai plagiarisme yang dilakukan oleh seorang akademisi atau dosen dalam karya ilmiah sangat tidak patut dilakukan sebab melanggar prinsip seorang akademisi,” kata Prof Salampak belum lama ini.

Prof Salampak menyebut bahwa menghasilkan ratusan jurnal dalam setahun saja itu sudah patut dicurigai karena dalam pendidikan tinggi ada proses yang panjang dalam hal publish artikel jurnal.

“Karena dulu di Kementrian Pendidikan itu ada yang namanya kepatutan, kepantasan dan kelayakan. Sehingga sekarang saya tidak melihat itu lagi ditertibkan,” ungkapnya.

Guru Besar Fakultas Pertanian UPR itu menjelaskan bahwa misalnya jika membuat baik jurnal nasional ataupun internasional membutuhkan proses yang panjang.

“Sehingga kalau misalnya 1 atau 2 jurnal itu membutuhkan waktu 3-4 bulan tentu jika ada yang menghasilkan jurnal hingga ratusan dalam setahun itu secara tidak memenuhi prinsip kepatutan, kepantasan dan kelayakan dari segi waktu,” jelasnya.

Prof Salampak menyebut mengambil jalan pintas seperti plagiarisme tidak baik untuk dilakukan oleh seorang akademisi. Untuk itu, Kementerian Pendidikan perlu mengatasi hal tersebut agar hal tersebut tidak mencederai dunia pendidikan di Indonesia.

“Itu jika terbukti akan mendapatkan hukuman yang berat. Jadi kami imbau kepada para akademisi khusunya para dosen khusunya di Universitas Palangka Raya untuk tidak melakukan plagiarisme karya ilmiah yang dapat mempermalukan nama baik kampus dan juga nama baik seorang akademisi,” pungkasnya. (Syauqi)