Wacana Penundaan Pilkada 2024 Picu Ketidakpastian Baru Soal Pemilu

Dialektika Demokrasi Dengan Tema Polemik Penundaan Pilkada 2024 di Media Center Parlemen Senayan Jakarta Selasa 25 Juli 2024. Foto: Beritasampit/Adista Pattisahusiwa

JAKARTA– Munculnya wacana penundaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan menambah ketidakpastian baru penyelenggaraan pemilu di tengah kian panasnya suasana politik menjelang pemilihan presiden.

Demikian dikemukakan oleh pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro terkait wacana yang dilontarkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ahmad Bagja soal penundaan Pilkada beberapa waktu lalu.

Menurut profesor riset itu, wacana tersebut akan menciptakan perdebatan-perdebatan terkait dengan semua tahapan pemilu dan penyelenggaraan pemilu yang seharusnya tidak terjadi. Apalagi, wacana itu dimunculkan oleh Bawaslu sehingga terkesan ada permainan politik.

“Penyelenggara pemilu yang profesional adalah penyelenggara yang tidak bermain politik praktis yang mudah dituntut tentunya oleh publik. Ini menunjukkan bahwa ternyata semua keputusan yang dibuat oleh penyelenggara pemilu menimbulkan resistensi dan bahkan uji publik dan hal itu luar biasa menurut saya,” ujar Siti Zuhro dalam acara diskusi Dialektika Demokrasi

Dialog dengan tema “Polemik Penyelenggaraan Pilkada 2024 itu dihadiri Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa dan Praktisi Media Freddy Batari, Selasa 25 Juli 2023.

Menurut Siti Zuhro, dengan sistem demokrasi, Indonesia ingin melangkah maju pada satu proses yang menimbulkan satu kepastian karena demokrasi memberikan satu kepastian melalui pemilu. Kepastian itu, termasuk soal sirkulasi kepemimpinan yang sudah diatur setiap lima tahun sekali.

“Jadi dalam konteks penundaan Pilkada, menurut saya jangan coba-coba lagi mengutak-atik hal yang sudah jalan. Jangan diberikan lagi ketidakpastian apalagi partai politik saja pusing menyiapkan pemilihan anggota legislatif dan membangun koalisi karena ambang batas masuk parlemen tinggi,” ujarnya.

Saan Mustofa mengatakan terkait wacana dari Bawaslu bahwa di DPR khusunya komisi II DPR RI belum ada wacana atau pembicaraan baik secara resmi maupun tidak resmi terkait penundaan atau memajukan Pilkada.

Pilkada itu tetap dilakukan pada 27 November November 2024. Bahkan hasil kesepakatan antara Komisi II DPR, pemerintah yang diwakili oleh Mendagri dan penyelenggara pemilu, KPU , BAWASLU dan DKPP, tanggalnya pun sudah ditetapkan 27 November 2024.

“Jadi 27 November tahun 2024 itu dilakukan Pilkada secara serentak nasional, jadi saya tegaskan,” ujar Saan.

Menurutnya, tidak perlu mewacanakan terkait memajukan atau memundurkan Pilkada karena hal itu pasti akan membuat suasana menjadi tidak pasti. Apalagi beban penyelenggara pemilu dan beban partai politik begitu besar pada saat itu, katanya.

“Kedua, disaat yang sama parpol harus menyiapkan calon-calon untuk kepala daerah dan itu pun serentak di 38 provinsi, sekitar 500 kabupaten dan kota dan itu juga menjadi beban tersendiri buat parpol,” ujarnya.

Sementara itu, Freddy Batari mengatakan bahwa terkait ketidakpastian tersebut, media seharusnya memainkan peran pentingnya dalam mengawal demokrasi di Indonesia.

Menurut Freddy, media harus mendorong para calon presiden beradu gagasan, bukan terkonsentrasi pada isu-isu elementer yang tidak perlu seperti wacana penundaan Pilkada.

Bagaimana para calon presiden menjual gagasan mereka soal kesejahteraan rakyat jauh lebih penting daripada menyoroti hal-hal yang tidak penting seperti wacana penundaan Pilkada,” tandas Freddy.

(adista)