JAKARTA– Sekretaris Daerah Papua, Dance Flassy, menegaskan dalam perjalanan otonomi khusus (Otsus) Papua selama 20 tahun ini (2001 – 2021) ternyata dana otsus Papua yang mencapai Rp138 triliun itu belum menyentuh rakyat Papua Indonesia Timur.
Baik dalam pertumbuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, pelayanan masyarakat, dan sebagainya.
“Maka, saat ini pemekaran provinsi dan revisi Otsus Papua yang menyentuh rakyat Papua wajib dilakukan. Sehingga baik otsus maupun pemekaran diharapkan mempercepat pertumbuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan masyarakat,” tegas Dance di Gedung MPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2021).
Hal itu disampaikan Dance Flassy dalam acara ‘Pimpinan MPR RI Audiensi Secara Virtual dengan Majelis Rakyat Papua Barat’ yang dipimpin oleh Ketua MPR for Papua Yorrys Raweyai.
Hadir antara lain Doren Wakerkwa, SH, (Asisten Sekda Bidang Pemerintahan Umum), Dr. Drs. Mohammad Musa’ad, M.Si (Asisten Sekda Bid. Perekonomian & Kesra), Dr. M. Ridwan Rumasukun, SE, MM (Asisten Sekda Bid. Umum), DR. Nus Weya, S.PAK, SE, MM Kepala BPKAD), Alexander Kapisa, ST.
Kepala Badan Penghubung Daerah, Plt. kepala Dinas Olahraga), Jimmy S. Wanimbo, SH, M.Ec.Dev (Kepala Biro Tata Pemerintahan dan Otonomi Khusus), Derek Hegemur, SH, MH (Kepala Biro Hukum), dan Anggiat Situmorang (Inspektorat Provinsi Papua).
Sedangkan pendamping yang hadir adalah Emma Warpur, S.STP, M.Si (Kabag Pengembangan & Pengkajian Otsus, Biro Tata Pemerintahan & Otsus), dan John Buiney, S.IP (Kasubbag Pengkajian Otsus, Biro Tata Pemerintahan & Otsus).
Lebih lanjut, Dance yang mewakili gubernur dan wakil gubernur Papua tersebut menjelaskan dalam merespon dinamika sosial politik di Papua terkait revisi UU Otsus semua dalam kerangka NKRI yang wajib dijaga bersama.
“Indonesia ini negara terkaya ke 17 di dunia, maka pemekaran provinsi itu wajib. Sebab, melihat Papua Barat dimana Manokwari tak punya potensi ekonomi untuk berkembang, jauh dari kontrol pelayanan masyarakat, sehingga ekonomi di Sorong lebih berkembang,” kata Dance.
Sedangkan, Papua Barat pertumbuhannya melandai, pelayanan pemerintah dan masyarakat bisa dijadikan contoh pemekaran provinsi di Papua, karena dengan pemekaran pelayanan pemerintah berjalan lebih cepat.
“Tapi, masyarakat Papua belum menjadi pelaku ekonomi. Ini hasil pansus DPR yang hadir di Papua termasuk desakan bupati dan walikota harus ada pemekaran,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Dance, revisi UU Papua perlu dilakukan karena otsus belum menjawab permasalahan masyarakat Papua secara komprehensif, realisasi penyerapan daba Otsus belum dirasakan oleh elemen masyarakat sampai pada tingkatan terendah.
Juga dana Otsus itu sebaiknya menyatu atau terpisah dengan APBD. Namun, butuh pakar yang punya hati untuk melakukan pengawasan oleh lembaga independen yang takut sama Tuhan, agar dana otsus itu menyentuh rakyat Papua dan Papua diberkati Tuhan.
Dance mengaku pemerintah telah memberikan keleluasan pada Papua, tapi selama 20 tahun ini dana Otsus tak sentuh rakyat Papua.
“20 tahun Otsus belum mencapai apa yang diharapkan sehingga perlu design untuk 20 tahun ke depan yang lebih riil dalam negara NKRI,” jelas Dance.
Sememtara itu, permasalahan yang dihadapi meski kemiskinan turun, tapi jika Papua dibandingkan provinsi lain, tetap paling rendah. Misalnya belum menjadi pelaku ekonomi di tanah sendiri, meski sudah ada kredit usaha rakyat (KUR), pendapatan rakyat masih rendah, belum mendapat peluang bisnis, kewenangan Pemprov yang belum optimal, pendidikan kesehatan belum optimal karena kondisi geografis Papua terutama pegunungan tengah dan pulau terpencil yang sebagain besar harus dijangkau dengan transportasi udara dan laut.
Sedangkan keberhasilan dari Otsus selama ini adalah pertumbuhan ekonomi meningkat, penempatan anggota DPRP menjadi, prioritas, infrastruktur berkembang signifikan, orang aseli Papua menduduki jabatan strategis di provinsi, kabupaten, dan kota.
Juga penurunan aktivitas pergerakan KKB di beberapa wilayah Papua, terbukanya isolasi masyatakat di pedalaman Papua.
“Jadi, di era pemerintahan Jokowi banyak kebijakan yang menyentuh rakyat Papua termasuk satu harga BBM yang berdampak positif pada sektor ekonomi kerakyatan dan pembangunan wilayah,” imbuh dia.
Hanya saja, kata Dance, dana Otsus terkait dengan revisi UU Otsus khususnya menyangkut pertambangan, minyak bumi, gas, kehutanan, perikanan dan lain-lain
Pola pengelolaannya, yang awalnya pusat ke provinsi, provinsi ke kabupten dan kota prrlu disempurnakan.
Kesimpulannya, Otsus harus dilanjutkan karena berdampak positif pada masyarakat Papua, pengembangan industriliasasi sektor SDA dan peningkatan nilai tambah, konektivitas infrastruktur antar wilayah perlu diperhatikan, pengembangan SDM pusat perlu memperhatikan keterlibatan orang asli Papua pada jabatan setara eselon 1 di pusat.
Sementara itu, sejak tahun 2002 pemerintah dana Otsus yang digelontorkan mencapai Rp138.6 triliun, sejak tahun 2005 dana alokasi khusus (DAK) Rp251,29 triliun, dan Dana Bagi Hasil (DAB) Rp702.31 triliun. “Sayangnya tiga sumber dana itu daya ungkit ekonominya kecil, karena tidak terkonsolidasi dan prosedurnya sendiri-sendiri,” tambah Mohammad Musa’ad.
(dis/beritasampit.co.id)