GUNUNGKIDUL– Daerah Gunungkidul Provinsi Yogyakarta dulu dikenal sebagai wilayah yang tandus dan kering. Tetapi kini, kesan itu mulai luntur, setelah muncul sebelas destinasi wisata yang sangat mengagumkan di kawasan tersebut.
Pernyataan itu dikemukakan Hidayat secara daring, saat menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar MPR pada acara Temua Tokoh Nasional kerjasama MPR dengan Yayasan Peningkatan Dan Pengembangan Sumber Daya Umat (YP2SU).
Acara tersebut berlangsung di Rumah Makan Padmo (45) Jalan Ngawis – Munggur, Gondang, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D. I. Yogyakarta.
Hidayat mengatakan Gunungkidul sendiri memiliki peran besar tercapainya kesepakatan Indonesia merdeka serta Dasar dan Ideologi Pancasila.
“Karena salah satu putra terbaik Gunungkidul ikut menjadi anggota BPUPKI sekaligus Panitia Sembilan yang menghasilkan Piagam Jakarta. Dia adalah Prof. Dr. KH. Abdoel Kahar Moezakir atau dalam ejaan baru Abdul Kahar Muzakir. Ia lahir di Playen, Gunung Kidul 16 April 1907,’ kata Hidayat
Ikut hadir pada acara tersebut anggota MPR RI Frakdi PKS Sukamta, anggota DPRD Prov. DIY Ir. Imam Taufiq, anggota FPKS DPRD Kabupaten Gunung Kidul, yaitu Ari Siswanto, Arif Wibowo, Wahyu Suharjo dan Hudi Sutamto serta Ketua YP2SU Nurcahyo Nugroho.
Hidayat bercerita bahwa tahun 1929 Abdul Kahar Muzakir belajar di Mesir. Di sana dia juga menjadi wartawan, dan banyak menulis tentang perjuangan Indonesia. Sehingga wajar pada 1945, pengakuan Indonesia merdeka datang dari negara-negara Timur Tengah. Seperti, Palestina, Mesir dan Arab Saudi. Karena mereka sudah lebih dulu mengenal Indonesia dari tulisan-tulisan Abdul Kahar Muzakir.
Sepulang dari Mesir, KH. Abdul Kahar Muzakir bergabung dengan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dia termasuk salah satu figur yang mengusulkan Islam sebagai dasar negara. Alasannya, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Kahar Muzakir juga dipilih oleh Bung Karno masuk dalam Panitia Sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta.
“Bersama Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Muzakir menerima dan menterjemahkan sila pertama Pancasila versi 18 Agustus, Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna akidah atau tauhid. Sehingga selamatlah Indonesia merdeka dari ancaman perpecahan. Karena saat itu ada ketegangan, akibat keberatan utusan Indonesia Timur terhadap tujuh kata pada sila pertama piagam Jakarta,” imbuh Hidayat.
Kahar Muzakir menjadi salah seorang yang mempermanenkan pengakuan bahwa Indonesia merdeka berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Itu dilakukan dalam Pembukaan UUD 1945, yang tidak bisa diubah oleh siapapun. Dan Itu artinya Kahar Muzakir konsisten membawa persoalan tauhid, sesuai sila pertama Pancasila ke dalam pembukaan. Sekaligus menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan pemberian, baik Jepang maupun Belanda.
“Mengetahui jasa Prof. Dr. KH. Abdul Kahar Muzakir mestinya masyarakat dan pemkab Gunung Kidul merasa bangga. Nama serta jasa beliau perlu dikenang, dan harus diabadikan menjadi nama jalan, masjid atau mungkin rumah sakit. Apalagi, pada 2018 beliau resmi diakui dan diberi gelar Pahlawan Nasional,” tutur Hidayat.
Selain itu KH. Kahar Muzakir juga berjasa mendirikan Sekolah Tinggi Islam, sebagai cikal bakal UII. Pendirian sekolah ini didasari pemikiran bahwa umat Islam harus menjadi umat yang maju, karena mereka akan ikut memimpin Indonesia.
Pada kesempatan itu, Hidayat mengingatkan pemerintah untuk segera menganulir Calling Visa bagi Israel ke Indonesia.
Karena pemberian Calling Visa Israel ke Indonesia bertentangan dengan alinea pertama pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Pemerintah, beber Hidayat, harus meniru sikap Bung Karno, menolak keikut sertaan Israel pada Konfrensi Asia Afrika. Dan lebih memilih mengundang Al Amin Al Husaini selaku Imam Masjid Al Aqsa.
“Saat ini Israel jelas-jelas menjajah bangsa Palestina, dan itu bertentangan dengan Pembukaan UUD NRI 1945. Tidak ada cara lain untuk menjaga Marwah pembukaan UUD, kecuali Calling Visa Israel ke Indonesia, itu harus dicabut,” pungkas Hidayat Nur Wahid.
(dis/beritasampit.co.id)