Oleh : Cak Ipan Tagem/Tjangkir Boedaja
Sampit, 28 Maret 2020 (di depan kopi selepas Berziarah Sunyi)
“Kalian mesti gila terlebih dulu sebelum melebur”
dan genderang mengguncang-guncang tiap-tiap olah rasa
akan mendera tubuh-tubuh lusuh dalam gilasan cahaya
selanjutnya berdiri tegaklah dari kolong selangkangan yang sama
mencungkil sedikit kerikil dalam jiwa yang sengaja dibuat kerdil
meletakkannya di altar menuju perjamuan kudus kemunafikan lidah
yang menyimpani kerajaan angin di waktu senja
dan lewat gang-gang kecil bahkan mengecil,
dalam seruan gumpalan-gumpalan badai
berirama layut-layut menghanyut seisi otak yang setara lutut
dari para pemuja zaman hedonis-amoralis
ya, para pemuja wajah kusam temaram,
yang bosan mendengar sabda-sabda gila
dari lobang zaman nganga.
juga getaran-getaran muncul dari suntuk yang di pinggirkan
pun menjelma buih-buih do’a,
yang mengitari sang-rapuh di waktu penghabisan
dalam malam-pagi sedalam jiwa telanjang.
(jun/beritasampit)