SAMPIT – Guna mengatasi kasus klaim lahan plasma yang dilakukan Dua kelompok tani di PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP) dengan luasan lahan 117 hekatare diluar HGU yang mana lahan tersebut akan diserahkan kemasyarakat masih menjadi agenda serius pemerintah daerah.
Dalam hal ini Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan (ADPUM ) Pemkab Kotim, Diana Setiawan mengatakan,koronologis permasalahan atas klim kelompok ini yakni Dias Mantongka, seluas 16 hektar dengan dasar SK milik keluarganya.
Sedangkan milik Suah Duman,Yasmet, Saidin Rino yang diberikan kuasa kepada Dias Mantongka untuk melakukan klaim di lokasi yang bergandengan dengan tanah Kelompok Dias Mantongka seluas 32 hektare juga berada diluar HGU.
“Sebenarnya total milik kelompok Dias Mantongka sebanyak 48 Hektar diluar HGU, kemudian dilaporkan ke DPRD 2011, lalu lembaga DPRD Kotim membentuk Pansus,” bebernya Jumat 21 Februari 2020 tadi pagi. L
Kemudian menurutnya hasil rekomendasi DPRD Kotim, setelah dilakukan cek kelapangan, selain 48 Hektar klim kelompok Dias Mantongka ada 69 hektar lagi sisa yang berada diluar HGU sehingga totalnya ada 117 hektar.
“Sebenarnya pihak Perusahaan juga sudah sepakat untuk melakukan kemitraan dengan kelompok Dias Mantongka,” jelas Diana.
Setelah itu dia mengungkapkan karena ada kesepakatan, antara Dias Mantongka kemudian membentuk Koperasi Keluarga Sejahtera pada tahun 2019. Akan tetapi muncul kelompok James Watt melakukan permortalan pada 9 Oktober 2019 di Jalan masuk PT HMBP.
“Dan muncul lagi surat Rekomendasi DPRD kepada pemkab agar Pemkab melakukan mediasi penyelesaian permasalahan tersebut, kemudian pemkab rapat dengan semua masyarakat, baik Kades, Camat dan perusahaan, namun kelompok James Watt Cs tidak hadir degan alasan mereka tidak terima undangan sehingga akhirnya rapat dilanjutkan dengan melahirkan kesimpulan,” ucapnya.
lebih lanjut ia membeberkan pada rapat lanjutan awal tahun 2020 lalu, kelompok James Watt, Kades Penyang, Sekcam, Perusahaan dan Tim Sengeketa Pertanahan Kotim, juga hadir, namun pada rapat tersebut masyarakat Penyang yang dipimpin James Watt terjadi deatlock karena mereka meminta agar dilanjutkan proses hukum.
“Mereka James Watt meminta dilanjutkan ke proses hukum dan oleh Polres Kotim dan Pemkab Kotim pun mempersilakan hal itu, sehingga permintaan masyarakat memutuskan mediasi dihentikan kemudian dilanjutkan proses hukum, dan berdasarkan hasil rapat, Dias Mantongka melapor ke Polda Kalteng untuk dilakukan proses hukum,” ujarnya.
Diana juga mengungkapkan jika mengacu kepada aturan, seharusnya PT HMBP menyerahkan lahan itu ke Pemda Kotim. Lalu kemudian Pemkab Kotim menyerahkan kemasyarakat.
“Sebenarnya Pemkab Kotim bisa ambil alih lahan itu, tapi karena warga sudah ribut dan diproses hukum bahkan saat ini perusahaan tidak pernah beraktifitas di lahan tersebut, justru ada oknum yang panen dan jelas itu sudah melakukan pelanggaran hukum dan sekarang diproses hukum,” tukasnya.
Ia juga menyarankan dalam waktu dekat ini kedua kelompok tersebut secepatnya berkoordinasi agar bisa mendapatkan jalan dan solusi sehingga bisa bersatu dan bisa dibuat MOU kemitraan.
“Jika ingin masalah ini cepat selesai dan masyarakat mendapatkan haknya sebaiknya laporan ke proses hukum itu dicabut dan kedua kelompok ini bersatu toh perusahaan sudah siap menyerahkan lahan tersebut,” tutupnya.
(Drm/beritasampit.co.id)